(Short trip) Cirebon

Sepertinya ya, Cirebon menjadi kota yang dikunjungin orang-orang Jakarta dan sekitarnya untuk akhir pekan, selain Bandung. Asumsi diri sendiri, karena tiap weekend, buka Socmed pasti ada teman-teman yang liburan ke Bandung atau Cirebon.

Kali ini, sengaja datang untuk wisata sejarahnya bersama teman-teman yang saya kenal waktu ikut walking tour kota tua Tangerang, Jose, Stefan dan Kiki.

Perginya awal Februari lalu, libur panjang menjelang Imlek naik kereta Argo Cheribon. Berangkat sekitar jam 9, menjelang tengah hari, kami sampai!

Pesan grab, check in hotel, lalu pergi makan siang di kafe yang menyediakan steak. Setelah itu jalan sedikit ke meeting point dengan organizer @cirebonhistory. Cek IG nya ya! Pemandu sendiri namanya Kang Lingga. Disana ketemu Innayah, seorang konten kreator. IGnya innayah, tiktok nya @ pegikemana

Meeting point di SMP yang menempati bangunan tua peninggalan jaman belanda, nah di samping-sampingnya juga banyak bangunan tua termasuk Gereja Kristen tertua di tanah Pasundan!

Lalu nyebrang ke Kantor Pos yang terletak di Jl. yos Sudarso. Selain kereta api, layanan pos adalah binis vital saat jaman kolonial.

Depan kantor pos, ada patok Cirebon Titik Nol – yang sayangnya tertutup oleh tukang tambal ban.

Oh, Cirebon sendiri berusia 655 tahun dihitung dari jaman Kesultanan Cirebon. Awalnya bernama Caruban, karena campuran banyak etnis – lalu Ceribon (karena penghasil ebi/rebon) lalu Cirebon.

Sebelah kantor pos ada gedung Bank Indonesia yang ternyata dipakai untuk bank notes IDR 500 jaman saya SD.

Lucu banget, pas disini! Lagi mendengar penjelasan tour guide, kesirem boo! Lagi ada latihan fire drill rupanya LOL!

With @cirebonhistory
Inside Gereja Kristen Pasundan

Lalu kembari menyusuri jalan Yos Sudarso ke Klentemg Kiak Sie (Vihara Dewi Welas Asih) yang sudah berdiri sejak 1595! Bangunan cantik ini lagi berbenah untuk Tahun Baru China esok harinya, jadi ya ketutupan terpal deh 😦 tidak terlihat ornamen cantiknya.

Di sini ada jangkar peninggalan Laksamana Cheng Ho lho.

Kami lalu nyebrang ke arah gedung British American Tobaco yang sudah dibangun dari tahun 1924, lokasi syuting film Oerog, film Belanda yang diproduksi tahun 1993, menceritakan tentang persahabatan antara meneer Belanda dengan pembantu pribuminya , dengan serting jaman kolonial sampai awal Indonesia merdeka.

Disini, berpisah dengan Kiki, PMS doi. mampir lagi ke vihara lebih besar dari Welas Asih tadi. ngadem bentar! giling, layaknya kota daerah pesisir, Cirebon panas bet!!

Jangkar dari kapal Laksmana Cengho atas, kedua dari kanan.

Perjalanan lanjut ke Keraton Kanoman. Ini bukan kunjungan pertama saya, dulu kesal banget bangunan ini letaknya di belakang Pasar Kanoman, jadi kesannya kumuh! Tapi itu taktik VOC agar orang2x Caruban lupa adanya kesultanan ini! Phew! Kita semua paham, bahkan di jaman modern ini sulit sekali merelokasi pasar. O well, kecuali jaman Pak Jokowi waktu blio masih jadi walikota kali ya?

Di Keraton Kanoman ini ada lonceng yang diberilan oleh Rafles. Sekarang tidak berfungsi lagi, dulu dipakai untuk memanggil pekerja istana.

Jujur saya masih kurang paham dan riset, mana yang lebih tua Kanoman atau Kasepuhan. Nanya orang yg berbeda, beda lagi jawabannya. Banyak friksi friksi pastinya jaman itu.

Di Keraton Kanoman, ada batu. Kalau kita ukur dengan jengkal jari kita (paham ngga 🤣) dari ujung kiri ke kanan sama dan sebaliknya, katanya keinginan kita tercapai. kang Lingga dan Stefan bisa pas ukurannya bolak-balik, saya dan jose tidak! banyak mau kali! Ahhahaha

Oh ya di sini kita dijinkan masuk ke ruangan tempat raja berdiskusi bahkan disemayamkan! Siapa yang kasih ijin, masih menjadi misteri. Pintu tiba tiba terbuka. Phew!

Dari batu ini, sebrangnya (sekitar 100 meter) ada sumur, Jose tiba-tiba nyeletuk “kenapa banyak orang baju putih-putih ya di sana?”

Ma’dikipe! Itu tanah kosong aja kok dengan banyak pohon-pohon tua. Konon tentara istana Kanoman jaman dulu memang berpakaian putih. :-/ trekdungcesssss!

Kami naik grab, untuk ke Balai Kota Cirebon. Bangunan ini sudah tidak dipakai lagi oleh walikota dan staff. Pindah ke bangunan lebih modern di belakangnya yang jauh lebih besar.

Bangunan ini ada ruang bawah tanahnya lho! Tempat dulu bersembunyi kalau para meneer dapat serangan, sekarang tergenang air katanya.

Kami berpisah dengan tim Cirebon History, yang tampaknya juga lagi menyiapkan portfolio dokumentasi mereka! Jadi baru kali ikutan walking tour, banyakan fotografer dibanding peserta! Hahahahah!

Trip nya kira kira kayak gini deh, harus belajar edit map nih.

private walking tour with @CirebonHistory

Besok paginya, kami sarapan dulu di Nasi Jamblang Pelabuhan! Senang banget saya makan disini, biarpun sederhana, tempat terbatas, tapi pegawainya gesit banget! Ngga ada tuh sampai manggil2x “mas-mas tolong bersihin meja”. Padahal customer datang silih berganti.

Nasi Jamblang Pelabuhan

Setelah lambung terisi dengan biaya sekitar 100 ribuan untuk 4 orang, kami naik Grab lagi ke Keraton Kasepuhan. Dulu saya pernah ke sini tahun 2009 – long weekend in July anak anak masih piyik.

Sekarang museumnya lebih rapih, pakai AC (tapi ngga gratis lagi, extra IDR 15,000). Saya lupa harga masuk keraton berapa. Kereta Kencananya dilapisin sekarang dilindungi kaca dan ngga ada pekerja keraton yang sengaja minta-minta duit sumbangan lagi kayak dulu.

Kami kehabisan tour guide dari keraton, jadi pakai jasa Rara, siswa tingkat akhir SMK Pariwisata.

Dari semua keraton di Cirebon, memang ini yang paling menarik dan rapih sih. IMHO!

Keraton Kasepuhan

Berbeda dari kunjungan saya sebelumnya, ruangan yang ada singgasana raja (Bangsal Panembahan) tidak boleh untuk umum lagi. Konon karena ada vas lama (mungkin hadiah dari China ya) pecah karena kelalaian pengunjung. Yah sedih! Cerita Keraton Kasepuhan dapat dibaca di tulisan saya 15 tahun lalu itu, yaa. Hahahah. Ya bedalah kalo anak intern sama officer kalau kerja kan

Disini ada 7 mata air, namun satu sumur beracun. Lalu ada mata air Agung apa ya namanya, banyak yang beli air disini (pakai dirigen) konon bisa awet muda. Saya juga sempat membasuh wajah dengan air itu (lalu ada donasi). Walaupun dekat dengan laut, airnya segar banget!

Saya, Jose dan Kiki melanjutkan ke Keraton Kacirebonan jalan kaki sekitar 500 meter. Keseringan ikut walking tour, Insya Allah betis semok selalu.

Keraton paling muda (built in 1800’s). Kalau ngga salah tangkap dari tour guide nya (staff Keraton Kacirebonan), salah satu anak-anak raja sebelumnya ada yang diasingkan ke kota/negara lain. Jadi dia harusnya yang jadi raja, bukan adiknya.

Pas blio balik, akhirnya dikasih kerajaan ini, mungkin dengan wilayah paling kecil. Jadi kunjungan ke sini, durasi paling singkat.

Keraton Kacirebonan

Buat saya, tempat ini lebih mirip rumah bude yang sugih (karena luas) dibanding istana. Isinya juga jadi museum. Mungkin tidak ada kegiatan kebudayaan atau ritual lain. Kurang nyimak, sudah jam 12 siang waktu itu! Lapar wkkkwwkwk!

Lain kali saya harus bawa notes nih! Biar laporan di blog juga lebih kece! Ahey!

Sebelum kembali ke Tangsel naik kereta, kami nongkrong sebentar di Janji Kopi! Bangunan lama yang jadi cofeeshop, dengan halaman yang luas, kayak mudik ke rumah nenek! *LOVE*. lokasi sekitar 1,5Km dari Stasiun Cirebon.

Janji Kopi

Tidak sempat ke Batik Trsumi atau Toko Sinta – tempat favorite saya cari manisan buah-buahan.

Menarik ya sejarah kota kota di Indonesia, apalagi ditambah bumbu cerita Royal Family dengan segala intriknya (halah! Doyan ghibah!) yang saya yakin terjadi juga belahan dunia lain.

Next pengen ke Solo deh, fyp saya isinya Gusti Bre terus nih! Hahahah!

Leave a comment