kemarin, ketika melewati tol Cipularang menuju Bandung ada perasaan “gloomy” melihat besi-besii dan pasak-pasak penyangga rel. Hmm…tidak ada lagi KA Parahyangan yang akan lewat diatasnya. Saya akan semakin jarang berseru kepada anak-anak saya
“hey liat,dek…ada kereta” karena yang akan melintas diatas besi-besi itu cuma KA. Argo Gede.
Saya memang jarang ke Paris Van java itu dalam sebulan belum tentu ada sekali. dulu menikmati Kereta yang sudah almarhum itu pun jarang sekali sendirian… seringnya pergi beramai-ramai dengan teman sekolah.
Well, truth…kedatangan saya di kota ini memang jarang…ketika Tol Cipularang resmi beroperasi sejak tahun 2005, baru tahun 2007 saya lewat situ…*untuk membayangkan frekuensi yang sangat jarang itu* :p
Tapi saya punya cerita lucu di kereta ini..yang ceritakan lagi ke teman-teman saya…
Saya pulang sendirian ke Jakarta saat itu, perginya sih beramai-ramai naik mobil teman jaman PPE (semacam MT di tempat saya bekerja sekarang) dari training centre kantor di daerah Cisarua. Tidak ada rencana, masih single, tinggal telpon orang tua bilang “I’m going to bandung for few days ya….” 😀
then, ketika kembali ke Jakarta naik KA itu, saya duduk bersebelahan dengan perempuan yang mungkin 4-5 tahun lebih tua dari saya. Dia dokter lulusan FK UKI dan mencoba mendaftar spesialis di UnPad. Dia pun bercerita tentang pengalamannya, dia baru saja kembali dari Papua, Nabire tepatnya.
“wah, orang tua loe mengijinkan anaknya kerja di Irian?” Tanya saya. Saya membayangkan sulitnya medan yang harus dia tempuh serta berhadapan dengan masyarakat yang katanya masih suka perang suku.
Mbak Celi, teman perjalanannya saya ini, blasteran Padang Ambon pun bercerita awalnya ditentang keluarganya, terutama kakak-kakaknya…
“mereka ngga setuju awalnya, katanya di Jakarta saja ngga punya pacar gimana harus ke Irian pula? Mereka takut saya ngga kawin kali” Yah…mungkin karena mbak Celi (saat itu) sudah berusia hampir 30, sibblings cukup khawatir tentang hal ini. wajar lah…
Mbak Celi tidak peduli pertentangan kakaknya, yang dia minta hanya restu Ibundanya. Dia akan membatalkan rencana ke Nabire jika sang ibu tak memberi restu. dan akhirnya restu ibunda datang pergilah Mbak Celi ke Nabire. Mulailah ia bercerita pengalaman beliau di Nabire, mulai dari pasokan listrik yang minim sampai perang suku yang masih suka berlanjut.
Dan ternyata, ketika di Nabire ini dia bertemu suaminya…:D
Suaminya, pilot yang suka terbang ke Nabire dan harus melakukan medical check up rutin…dan tentu saja…dokter jaganya Mbak Celi 😀
hahhahaha….
setelah sampai, kami berpisah di Dunkin Donut- Stasiun Gambir. Suami Mbak Celi menjemputnya disana, dan ayah saya sudah menunggu pula disitu. Sayang jaman itu belum ada Facebook, jadi silaturahmi kami terputus disitu.
Tapi cerita Mbak Celli ini paling sering saya ceritakan ke teman2x saya kalo lagi ngobrol tentang bertemu soulmate…terutama temen2x perempuan 😀
Dan baru saya ingat kemarin, itu terakhir kali saya naik kereta Parahiyangan…tahun 2002!
dan sepertinya cuma di KA ini (this kind mode of transportation) saya bisa ngobrol dengan teman sebangku…ngga mungkin naik KRL ngobrol ama teman sebelah…ato travel misalnya…satu mobil bisa denger kali…
Hah…sudahlah…kalo saja tol Palimanan – Cikampek jadi dibangun…dan kabarnya dapat ditempuh selama 1 jam…akankah kereta Cirebon Express itu bernasib sama…huuhuhuhuuh….hilang bersama ratusan ribu kisah penumpangnya…
gambar dari sini
Huuh, ke bandung nggak ajak-ajak.
Anak gue udah pernah diajak naik kereta parahyangan, mereka sih selalu senang naik kereta, maklum orang kampung :d
Keknya yang di travel ngobrol kenceng2, gue tauk tuh, siapa orangnya ? *lirik2 ina, ama nunjuk diri sendiri*
Bwahahahahhaahahahahaha
jadi kapan kita k cirebonnya?!??!?!
Ih gue tau tuh sapa orgnya yg demen cerita kalo lagi di travel .. Tanya mbak itha deh ..yg udah ngerasain .. Keknya lo juga deh ky .. Berapa jam itu ke tasik lo ga pake dengerin radio,karena di sebelah lo udah ada yg siaran? Wahahhaa
Not, gue juga ngerasain.
Dan kita tau siapa tertuduh utamanya, wakakakakkkkkk
[…] remembered because when I wrote this post, it was inspired when KA Parahyangan ended its service in 2010 due to low passangers rate. they […]
[…] pernah menulis pengalaman berkesan naik KA Parahiyangan yang legendaris di jamannya, namun akhirnya harus menyerah karena tidak ekonomis […]